Guru Sepanjang Hayat
Anita Dian Sukardi, S.Pd.,
M.Pd.
Guru adalah seseorang yang mengajariku banyak hal, dari Aku
tidak tahu menjadi tahu, dari Aku tak paham menjadi paham. Bagiku, guru bukan
hanya seseorang yang mengajariku di kelas, tapi lebih dari itu. Seseorang yang mengajari
dan mampu membuka cakrawala berpikirku, dia kuanggap sebagai guruku. Guruku
sepanjang hayat.
Bapak dan Ibuku adalah guruku yang pertama. Bapakku bernama
Tjung Sukardi. Beliau seorang guru. Bapak adalah satu-satunya laki-laki yang
tak pernah membuatku patah hati. Dan Aku adalah anak pertama bapak. Ketika Aku
dilahirkan ke dunia, bapak yang pertama kali mengenalkan Aku tentang kebesaran
Allah SWT melalui kumandang adzannya. Bapak, mengajariku banyak hal, terutama
tentang arti kesabaran. Bapak adalah seorang ayah yang penyabar, bahkan pada
seseorang yang membencinya. Bapak senantiasa tersenyum bahkan pada seseorang
yang telah berkata buruk tentangnya. Tak pernah ada kata marah terucap darinya.
Bapak juga yang selalu mengajariku untuk selalu mengalah. Prinsip bapak,
mengalah itu bukan berarti kalah, justru dengan mengalah itu adalah langkah
kita untuk menang. Dua kata itu yang selalu bapak tanamkan kepadaku untuk
menghadapi kerasnya dunia ini. Dan Aku, banyak belajar dari itu. Aku senantiasa belajar
untuk selalu berdamai dengan keadaan, seperti yang diajarkan bapak. Mator
sakalangkong Bapak, I Miss you.
Ibuku bernama Subandiyah. Ibuku juga seorang guru. Ibu adalah
wanita paling shalihah di dunia versi Aku. Ibu, malaikat tanpa sayapku. Yang
telah melahirkan Aku ke dunia, telah memberikan seluruh hidupnya untukku.
Berbeda dengan bapak, ibu memiliki watak yang sedikit keras. Ibu berasal dari
keluarga yang super duper disiplin. Setiap pekerjaan ibu harus dilakukan dengan
baik dan benar, apabila salah, maka ibu akan marah. Aku digembleng keras dengan
ibu. Aku masih ingat, jika Aku membaca buku pelajaran dengan suara pelan pada
saat Aku belajar, ibu akan marah dan menganggap Aku tidak belajar. Ibu selalu mendahulukan
kepentingan sekolahku di atas segalanya. Ibu membiasakanku untuk rutin belajar
setiap hari, dan akhirnya Aku terbiasa untuk itu. Bahkan jika Aku tidak
belajar, seperti ada yang kurang dari diriku. Ini yang Aku sebut dengan
kemampuan metakognitif versi sederhana. Dan memang, akhirnya Aku berbeda dengan
dua saudaraku yang lain, dalam hal menyelesaikan pekerjaan. Aku berpikir,
pekerjaanku lebih rapi dari mereka. Maturnuwun Ibu, I Love You.
Ustadz Mahfudz, beliau adalah guru mengajiku sejak kecil.
Dari beliau, aku belajar bagaimana caranya sholat lima waktu, dengan gerakan
sholat yang benar. Awalnya Aku bisa mengaji juga beliau yang mengajarkan. Maturnuwun
Bapak.
Bapak Mohammad Ikhsan, beliau adalah guru biologi semasa Aku
duduk di bangku SMA. Selain itu, beliau juga seorang pembina ekstra kurikuler
pramuka di sekolah. Beliau banyak hal, selain mata pelajaran biologi juga
tentang keorganisasian. Beliau adalah sosok yang bijaksana. Hingga saat inipun
Pak Ikhsan selalu kuanggap sebagai guruku, meskipun kami telah menjadi rekan
seprofesi di satu sekolah yang sama. Kami sering sharing dalam banyak hal,
terutama mengenai materi biologi juga tentang karya ilmiah. Maturnuwun Bapak,
atas ilmu yang diberikan.
Ibu Sari Purwanti, adalah ibuku di sekolah semenjak SMA
hingga saat ini. Beliau yang penuh kasih sayang mengajariku ilmu biologi, dan
banyak hal yang awalnya Aku tidak tahu akhirnya menjadi tahu. Beliau seorang
wanita energik, jujur saja Aku banyak meniru gayanya ketika mengajar di kelas.
Kami juga banyak sharing tentang perkembangan siswa selama ini. Maturnuwun Ibu,
atas segala ilmu yang diberikan.
Prof Hera. Begitu semua orang memanggil beliau. Seorang
wanita cerdas, bersahaja dan ramah. Beliau adalah dosen pembimbingku, ketika
Aku menjadi mahasiswa. Aku senang dibimbing beliau. Banyak hal yang kuketahui
dari Prof Hera. Ilmu yang ditransferkan ketika membimbingku hingga saat ini
berkembang dengan kemampuanku membimbing anak-anakku pada ekstra kurikuler KPIR
(Kelompok Peneliti Ilmiah Remaja). Terima kasih Prof.
Bagus Putut Sulaksono, adalah nama suamiku. Laki-laki gagah
yang ditakdirkan Tuhan untuk mendampingiku. Perawakan yang tinggi besar,
membuat setiap orang yang baru mengenalnya itu salah paham tentangnya, mereka
menganggap suamiku orang yang sangar, padahal sama sekali tidak, dia seorang penyabar.
Usianya tiga bulan lebih muda dari Aku. Mengapa aku banyak belajar dari dia,
karena lika liku kehidupan Aku jalani bersamanya. Suka duka, kita lewati
bersama. Dia sangat menekankan arti kejujuran di atas segalanya. Dia
mengajariku banyak hal. Sejak menikah dengannya, setiap hari Aku belajar
mengurus rumah tangga dengan baik. Darinya Aku banyak belajar meredam kemarahanku. Suamiku, Is
The Best versi Aku.
Anakku, hanya satu. Namanya Dewa Ardhy Raditya Laksana. Aku
banyak belajar dari Dia, semenjak dia dalam kandunganku. Aku bahagia, saat
Tuhan mempercayaiku untuk mengandungnya. Dia anak yang sangat pengertian
terhadap kedua orang tuanya yang saat itu serba kekurangan. Tidak pernah Dia
rewel, bahkan tidak pernah ngidam ini dan itu. Mungkin Dia paham kondisi orang
tuanya. Sejak Dia lahir ke dunia, Dia yang mengajariku untuk menjadi seorang
ibu yang baik. Setiap hari bersamanya adalah waktu belajarku. Menikmati tumbuh
kembangkan adalah tempat belajarku.
Aku. Adalah guruku juga. Belajar dari pengalaman yang Aku
alami adalah penting sebagai wahana belajar agar Aku tidak mengalami kesalahan
yang sama, dan agar Aku dapat selalu menjadi pribadi yang bijak dalam menjalani
peranku di dunia. Aku, adalah pribadi yang penuh dengan kekurangan dan ingin
terus belajar, karena belajar sejatinya adalah sepanjang hayat.
Terima kasih guruku. Guru sepanjang hayat. Setiap yang engkau
ajarkan kepadaku, akan terus bermakna dalam hidupku.
Anita Dian Sukardi, S.Pd., M.Pd, guru SMA Negeri 1 Prajekan
Bondowoso yang selalu ingin belajar.