Rabu, 17 Februari 2021

 

Guru Sepanjang Hayat

Anita Dian Sukardi, S.Pd., M.Pd.

 

Guru adalah seseorang yang mengajariku banyak hal, dari Aku tidak tahu menjadi tahu, dari Aku tak paham menjadi paham. Bagiku, guru bukan hanya seseorang yang mengajariku di kelas, tapi lebih dari itu. Seseorang yang mengajari dan mampu membuka cakrawala berpikirku, dia kuanggap sebagai guruku. Guruku sepanjang hayat.

Bapak dan Ibuku adalah guruku yang pertama. Bapakku bernama Tjung Sukardi. Beliau seorang guru. Bapak adalah satu-satunya laki-laki yang tak pernah membuatku patah hati. Dan Aku adalah anak pertama bapak. Ketika Aku dilahirkan ke dunia, bapak yang pertama kali mengenalkan Aku tentang kebesaran Allah SWT melalui kumandang adzannya. Bapak, mengajariku banyak hal, terutama tentang arti kesabaran. Bapak adalah seorang ayah yang penyabar, bahkan pada seseorang yang membencinya. Bapak senantiasa tersenyum bahkan pada seseorang yang telah berkata buruk tentangnya. Tak pernah ada kata marah terucap darinya. Bapak juga yang selalu mengajariku untuk selalu mengalah. Prinsip bapak, mengalah itu bukan berarti kalah, justru dengan mengalah itu adalah langkah kita untuk menang. Dua kata itu yang selalu bapak tanamkan kepadaku untuk menghadapi kerasnya dunia ini. Dan Aku, banyak belajar dari itu. Aku senantiasa belajar untuk selalu berdamai dengan keadaan, seperti yang diajarkan bapak. Mator sakalangkong Bapak, I Miss you.

Ibuku bernama Subandiyah. Ibuku juga seorang guru. Ibu adalah wanita paling shalihah di dunia versi Aku. Ibu, malaikat tanpa sayapku. Yang telah melahirkan Aku ke dunia, telah memberikan seluruh hidupnya untukku. Berbeda dengan bapak, ibu memiliki watak yang sedikit keras. Ibu berasal dari keluarga yang super duper disiplin. Setiap pekerjaan ibu harus dilakukan dengan baik dan benar, apabila salah, maka ibu akan marah. Aku digembleng keras dengan ibu. Aku masih ingat, jika Aku membaca buku pelajaran dengan suara pelan pada saat Aku belajar, ibu akan marah dan menganggap Aku tidak belajar. Ibu selalu mendahulukan kepentingan sekolahku di atas segalanya. Ibu membiasakanku untuk rutin belajar setiap hari, dan akhirnya Aku terbiasa untuk itu. Bahkan jika Aku tidak belajar, seperti ada yang kurang dari diriku. Ini yang Aku sebut dengan kemampuan metakognitif versi sederhana. Dan memang, akhirnya Aku berbeda dengan dua saudaraku yang lain, dalam hal menyelesaikan pekerjaan. Aku berpikir, pekerjaanku lebih rapi dari mereka. Maturnuwun Ibu, I Love You.

Ustadz Mahfudz, beliau adalah guru mengajiku sejak kecil. Dari beliau, aku belajar bagaimana caranya sholat lima waktu, dengan gerakan sholat yang benar. Awalnya Aku bisa mengaji juga beliau yang mengajarkan. Maturnuwun Bapak.

Bapak Mohammad Ikhsan, beliau adalah guru biologi semasa Aku duduk di bangku SMA. Selain itu, beliau juga seorang pembina ekstra kurikuler pramuka di sekolah. Beliau banyak hal, selain mata pelajaran biologi juga tentang keorganisasian. Beliau adalah sosok yang bijaksana. Hingga saat inipun Pak Ikhsan selalu kuanggap sebagai guruku, meskipun kami telah menjadi rekan seprofesi di satu sekolah yang sama. Kami sering sharing dalam banyak hal, terutama mengenai materi biologi juga tentang karya ilmiah. Maturnuwun Bapak, atas ilmu yang diberikan.

Ibu Sari Purwanti, adalah ibuku di sekolah semenjak SMA hingga saat ini. Beliau yang penuh kasih sayang mengajariku ilmu biologi, dan banyak hal yang awalnya Aku tidak tahu akhirnya menjadi tahu. Beliau seorang wanita energik, jujur saja Aku banyak meniru gayanya ketika mengajar di kelas. Kami juga banyak sharing tentang perkembangan siswa selama ini. Maturnuwun Ibu, atas segala ilmu yang diberikan.

Prof Hera. Begitu semua orang memanggil beliau. Seorang wanita cerdas, bersahaja dan ramah. Beliau adalah dosen pembimbingku, ketika Aku menjadi mahasiswa. Aku senang dibimbing beliau. Banyak hal yang kuketahui dari Prof Hera. Ilmu yang ditransferkan ketika membimbingku hingga saat ini berkembang dengan kemampuanku membimbing anak-anakku pada ekstra kurikuler KPIR (Kelompok Peneliti Ilmiah Remaja). Terima kasih Prof.

Bagus Putut Sulaksono, adalah nama suamiku. Laki-laki gagah yang ditakdirkan Tuhan untuk mendampingiku. Perawakan yang tinggi besar, membuat setiap orang yang baru mengenalnya itu salah paham tentangnya, mereka menganggap suamiku orang yang sangar, padahal sama sekali tidak, dia seorang penyabar. Usianya tiga bulan lebih muda dari Aku. Mengapa aku banyak belajar dari dia, karena lika liku kehidupan Aku jalani bersamanya. Suka duka, kita lewati bersama. Dia sangat menekankan arti kejujuran di atas segalanya. Dia mengajariku banyak hal. Sejak menikah dengannya, setiap hari Aku belajar mengurus rumah tangga dengan baik. Darinya Aku banyak belajar meredam kemarahanku. Suamiku, Is The Best versi Aku.

Anakku, hanya satu. Namanya Dewa Ardhy Raditya Laksana. Aku banyak belajar dari Dia, semenjak dia dalam kandunganku. Aku bahagia, saat Tuhan mempercayaiku untuk mengandungnya. Dia anak yang sangat pengertian terhadap kedua orang tuanya yang saat itu serba kekurangan. Tidak pernah Dia rewel, bahkan tidak pernah ngidam ini dan itu. Mungkin Dia paham kondisi orang tuanya. Sejak Dia lahir ke dunia, Dia yang mengajariku untuk menjadi seorang ibu yang baik. Setiap hari bersamanya adalah waktu belajarku. Menikmati tumbuh kembangkan adalah tempat belajarku.

Aku. Adalah guruku juga. Belajar dari pengalaman yang Aku alami adalah penting sebagai wahana belajar agar Aku tidak mengalami kesalahan yang sama, dan agar Aku dapat selalu menjadi pribadi yang bijak dalam menjalani peranku di dunia. Aku, adalah pribadi yang penuh dengan kekurangan dan ingin terus belajar, karena belajar sejatinya adalah sepanjang hayat.

Terima kasih guruku. Guru sepanjang hayat. Setiap yang engkau ajarkan kepadaku, akan terus bermakna dalam hidupku.

 

Anita Dian Sukardi, S.Pd., M.Pd, guru SMA Negeri 1 Prajekan Bondowoso yang selalu ingin belajar.